PAD Sektor PBB di Rohil Masih Minim
Selasa, 12-06-2018 - 14:47:43 WIB
BAGANSIAPIAPI, DELIKRIAU - Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) belum memuaskan. Sampai saat ini, pajak PAD dari sektor itu masih minim dan belum maksimal.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Rohil, Cicik Mawardi. Menurutnya, belum maksimalnya pencaian itu karena beberapa faktor seperti adanya perubahan data yang kurang jelas, kurangnya koordinasi antara kepenghuluan, kecamatan serta kabupaten, dan masalah zona nilai tanah.
"Banyak data yang diberikan kecamatan kepada kita. Namun yang jadi kendalanya kita tidak tahu salahnya data tersebut di mana, makanya kita kumpulkan seluruhnya di sini untuk menyatukan persepsi antara kecamatan dan kepenghuluan," kata Cicik Mawardi, baru-baru ini.
Selain itu, terangnya, permasalahan lain adalah dari 223 Ribu lebih data wajib pajak yang ada di Bapenda Rohil, hanya berkisar 33 ribu wajib pajak yang melakukan pembayaran PBB. "Kendala ini lah yang menjadi perhatian besar kita, untuk data yang baru saja ada berkisar 8.000-an yang telah masuk, padahal tahun lalu kita juga sudah melakukan perbaikan data," sebutnya.
Dari PBB itu, lanjutnya, memiliki target Rp7 miliar dalam setahun. Namun pihak Bapenda hanya menerima berkisar Rp3,4 miliar dari masyarakat yang membayar wajib pajak. Untuk itu, perlu diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) untuk menetapkan sanksi bagi para wajib pajak bila tidak melakukan pembayaran.
Cicik menambahkan, keberhasilan PBB tersebut ada di tangan kepenghuluan (kepala desa) beserta jajarannya. Hal tersebut dikarenakan yang mengetahui wilayah dan yang mengenali para wajib PBB adalah orang kepenghuluan itu sendiri.
Sementara Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Rohil, Jamiluddin, mengatakan, salah satu hal yang harus diperbaiki dalam memaksimalkan PBB adalah merubah kejanggalan-kejanggalan terkait dengan PBB selama ini.
"Yang harus diperbaiki dulu adalah NJOP-nya, harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan, salah satu contohnya ada lahan yang berada di pedalaman dan di pinggir jalan malah lebih mahal pajaknya yang di pedalaman, padahal luasnya sama," jelas Jamiluddin.
Dia juga meminta, seluruh camat serta datuk penghulu agar bergerak dan melakukan evaluasi serta melakukan pendataan ulang agar data wajib pajak tersebut benar-benar valid. (drc/int)