Kasus PLTU Riau-1, KPK Sita Dokumen Penunjukan Perusahaan
Rabu, 18-07-2018 - 13:01:21 WIB
JAKARTA, DELIKRIAU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah tiga lokasi pada Senin (16/7) malam. Penggeledahan tersebut terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 di Provinsi Riau atau PLTU Riau-1.
Tiga lokasi yang digeledah yaitu Kantor Pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jalan Trunojoyo, Jakarta; ruang kerja Wakil Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Eni Maulani Saragih di kompleks parlemen DPR, Senayan, Jakarta; dan Kantor Perwakilan PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Salah satu berkas yang disita KPK dari penggeledahan di tiga lokasi tersebut yaitu dokumen penunjukan Blackgold Natural Resources Limited. Perusahaan itu termasuk dalam konsorsium yang menerima letter of intent (LoI) untuk perjanjian jual beli listrik untuk proyek PLTU Riau-1.
"Dari ketiga lokasi disita dokumen terkait latar belakang penunjukan Blackgold, dokumen perjanjian dan skema proyek, dan dokumen lain terkait proyek (PLTU) Riau-1 serta dokumen-dokumen rapat. Selain itu ada barang bukti elektronik berupa CCTV dan alat komunikasi," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (17/7/18).
Sementara itu, seperti dilansir detikcom, saat selesai menggeledah Kantor Pusat PLN, penyidik KPK terlihat membawa tiga kardus berwarna cokelat dan tiga koper berukuran besar. Koper dan kardus tersebut langsung dimasukkan ke dalam lima mobil yang telah menunggu di depan lobi gedung.
Dalam kegiatan itu, KPK melakukan penggeledahan di beberapa ruang kerja petinggi PLN, termasuk ruang kerja Direktur Utama PLN, Sofyan Basyir. Selain itu, penyidik KPK menggeledah area Direktorat Pengadaan. Penyidik juga sempat terlihat menanyakan soal daftar tamu kepada resepsionis.
Sebelumnya, pada Minggu (15/7), KPK juga telah menggeledah rumah Sofyan Basir di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Sofyan sendiri mengaku telah memberikan sejumlah dokumen kepada KPK saat lembaga tersebut mengeledah rumahnya. Namun, Sofyan enggan mengungkapkan dokumen seperti apa yang ia berikan kepada KPK.
"Saya memberikan sejumlah informasi terkait proyek PLTU Riau-1, serta dokumen terkait," kata Sofyan saat menggelar konferensi pers di Kantor Pusat PLN, Senin kemarin.
Meski demikian, Sofyan menampik bahwa banyak dokumen rahasia disimpan di rumahnya. Ia menjelaskan dirinya tak pernah menyimpan dokumen rahasia di dalam rumahnya.
Menurut Sofyan, dokumen yang disimpan di rumahnya adalah laporan-laporan dan kopian proposal yang tak sempat ia baca di kantor. "Bukan dokumen-dokumen rahasia tapi dokumen seperti proposal-proposal fotokopi dan laporan-laporan dari daerah. Karena seringkali tidak sempat mengkoreksi di kantor sehingga masih ada di rumah," katanya.
Sofyan juga menjelaskan hingga saat ini dirinya masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini. Selain itu, ia mengatakan PLN bakal menghentikan sementara pembangunan PLTU Riau-1.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap 13 orang pada Jumat (13/7) di beberapa tempat di Jakarta. Salah satunya adalah Eni Maulani Saragih yang ditangkap di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham saat menghadiri perayaan ulang tahun anak Idrus.
KPK juga turut menangkap bos Apac Group sekaligus pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo di lokasi yang berbeda. Dalam OTT tersebut KPK menyita uang sebesar Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan tanda terima uang tersebut.
Keduanya ditangkap karena dugaan yang sama yakni terlibat suap dalam kasus pembangunan PLTU Riau-1. KPK telah menetapkan status keduanya sebagai tersangka dalam kasus ini pada Sabtu (14/7).
Dalam kasus ini, KPK menyangka Eni menerima Rp500 juta dari Johannes Kotjo. Uang tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
KPK menduga uang Rp500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga diberikan kepada Eni berjumlah Rp4,8 miliar. (dr/int)